1. Pertanyaan dari Ibu Luthfiyah
Untuk prinsip pertama Entrepreneur itu perlu punya kemampuan eksekusi atau problem solving. Bagaimana untuk melatih hal tersebut bila di lapangan kerja? Bagaimana cara menentukan suatu eksekusi tersebut berhasil atau dapat berjalan lancar?
Jawaban: Sebenarnya problem solving dan eksekusi agak berbeda, problem solving itu adalah memikirkan caranya, kalau eksekusi bagaimana mengimplementasikan caranya. Jadi kita sebagai entrepreneur itu pasti, intinya " nyebur" menjadi entrepreneur baru bisa mengasah kemampuan eksekusi dan problem solving, tetapi bagaimana mengasah nya, kondisi dan pengalaman yang akan mengajari kalian bagaimana meningkatkan. Jadi kalau enterpreneur itu kemampuan problem solving dan eksekusi itu diuji sekali. Kalau kita memiliki bisnis itu harus ada capaian target keuangan yang harus kita capai, untuk bayar karyawan, Untuk gaji kita, untuk operasional dan segala macamnya. Misalnya perbulan 100 juta, 100 juta itu pasti kita akan breakdown lagi, 100 juta itu dari mana saja produk servicenya. Kalau misalnya gagal membreak down tersebut, kita pasti nombok atau rugi. Di situlah kemampuan eksekusi dan problem solving kita diasah, dimana kita harus memiliki produk dan service terus menerus untuk hasilnya bisa menambahkan dari sisi keuangan kita.
Kalau di lapangan kerja mungkin tidak seperti entrepreneur, itu lebih ke kitanya, bagaimana kita di lapangan kerja meningkatkan eksekusi dan problem solving. Tetapi kalau kita di area kerja dituntut untuk menentukan solusi terhadap problem, tergantung kita untuk meruncingkan ya, seberapa sering kita menchallenge diri untuk memikirkan solusi dari setiap permasalahan yang ada di tempat kerja kita.
Kita harus mengukur, kalau kita tidak mengukur kita tidak akan tahu hasilnya berhasil atau tidak.
2. Pertanyaan dari Ibu Eka Ningsih Puji Rahayu
Apakah bagi pemula wajib membuat studi kelayakan bisnis sebelum berwirausaha atau berjualan saja?
Jawaban: Ini tergantung dari kalian, kalau studi kelayakan itu Butuh waktu lagi untuk membuatnya, sedangkan kita sebagai entrepreneur dikejar oleh momentum. Kalau saya melihatnya langsung ke lean startup saja, jadi mengembangkan produknya berdasarkan metode itu. Tetapi kalau misalnya kalian memang diwajibkan membuat studi kelayakan bisnis, misalnya untuk mendapatkan pendanaan dari bank, mungkin dana investasi dari investor, dll mungkin bisa dilakukan. Namun jika pure enterpreneur, Kalau menurut saya langsung saja terjun, riset ke konsumen kalian dengan lean startup agar langsung bisa mendapatkan momentum jualannya.
3. Pertanyaan dari Bapak Ali Sumara
Boleh tolong berikan contoh kasus tentang fine-tuning produk di Indonesia menggunakan Metode Lean Startup ini?
Jawaban: Kami mengeluarkan banyak produk, salah satunya adalah Widya wicara, Widya wicara itu adalah kita membuat smart speaker. Menjadi idealisme kita adalah masyarakat Indonesia itu sangat suka teknologi tinggi, oleh karena itu kita membuat smart speaker seperti Google Home di mana si speaker itu mengerti apa yang kita maksudkan. Misalnya Jokowi siapa, speaker itu langsung konek ke Wikipedia dan bilang bahwa Jokowi adalah presiden di Indonesia yang ke berapa, lahir di mana, karir Seperti apa dan segala macam namun produk itu gagal, gagalnya dalam hal karena masyarakat Indonesia itu belum menganggap itu penting sekali, secara edukasi pasarnya masih perlu dilakukan, itu yang menurut saya fine-tuning produk di Indonesia dengan metode Lean startup. Kita melakukan lean startup dan kita tahu bahwa ketika kita melempar ke pasar, kita menyiapkan misalnya 100- 200 prototype produk smart speaker ke pasar, kita coba dan kita dengarkan konsumen, masyarakat Indonesia ternyata masih belum ke teknologi seperti itu, akhirnya kita tidak terlalu di serius kan. Sekarang juga Gojek seperti itu, jadi lean startup ini sudah menjadi bagian dari start up besar dalam mengembangkan produk.
4. Pertanyaan dari Ibu Luhfiyah
Bila semisal kita telah membuat produk, tapi ternyata produk tersebut jarang dibeli konsumen karena harganya yang terbilang mahal atau tinggi, apa dengan menurunkan harga produk tersebut adalah pilihan yang baik? Atau adakah solusi untuk permasalahan harga yang mahal?
Jawaban: Kalau kita ingin membuat produk yang harganya mahal, tapi untuk spesifik target market yang memang mereka mau membeli itu, lakukan, biasanya itu market eksklusif. Seperti jam tangan Rolex, mobil mahal, banyak entrepreneur yang sukses di market tersebut, mereka mendapatkan keuntungan yang luar biasa. Kemudian ada juga yang membuat tipikal produk untuk mass market di mana mereka membuat produk yang tidak terlalu mahal, yang bisa di effort oleh reguler atau orang biasa, dan mereka membuatnya banyak. Jadi sebenarnya tidak ada yang salah, intinya dalam konsep pengembangan produk itu yang paling penting adalah kalian mendefinisikan target market-nya itu siapa. Target market itu sangat berhubungan dengan kemampuan mereka untuk membeli produk kalian. Ujung-ujungnya kembali lagi ke cash flow kalian, mau menargetkan konsumen eksklusif bisa, menargetkan ke konsumen mass market juga bisa. Contoh Unilever, Unilever membuat produk yang eksklusif ada. Jadi pengembangan portofolio juga penting untuk pengembangan produk berikutnya, jadi kalian harus benar-benar bisa mendefinisikan siapa target market kalian.
5. Pertanyaan dari Bapak San Jano
Produk kita menarik dan banyak yang suka, tapi begitu scale up produksi harga kita terlalu mahal. Apa yang dilakukan? Kalau sekedar penghematan sedangkan Startup tersebut sudah terlanjur dapat kapital dari luar. Itu sulit.
Jawaban: Sebenarnya tidak ada yang salah dengan yang mahal itu, jadi tergantung kita sebagai pembuat produk, kita mau set up produknya itu target market mana, yang penting adalah mereka bisa menyerap produk kita. Oleh karena itu ada lean start up untuk mengecek itu. Jadi kalau mahal pun tidak ada masalah, kalau misalnya mereka mau beli kita tidak harus susah-susah membuat banyak, tinggal membuat 1,2 tetapi harganya mahal sehingga kita bisa santai-santai lagi untuk mengejar target penjualan.Tetapi kalau memang produknya dikeluarkan ternyata produknya tidak bisa diserap, berarti kita harus berpikir lagi. Kita harus membuat hipotesa-hipotesa lagi di exploration board, kita harus memiliki beberapa pilihan target Market untuk kita coba explore lebih lanjut, sampai itu berhasil kemudian kita bisa mengembangkan perusahaan berdasarkan produk tersebut.
6. Pertanyaan dari (Tanpa Nama)
Bagaimana menemukan ide bahwa saya harus mengambil bisnis apa?
Jawaban: Start with your passion, kesukaan kamu itu dibidang apa, karena startup itu seperti perahu yang ada di laut dengan ombak yang sangat besar. Kalau sesuai dengan kesukaan kita, pengembangan bisnisnya itu kita akan bertahan. Contoh kalau misalnya kamu suka travelling, dari zaman muda sampai tua, buatlah bisnis di travelling, karena kamu akan enjoy, dari situ baru kamu tes marketnya, baru di riset. Tetapi untuk menentukan tema besar industrinya, tergantung kesukaan. Tetapi banyak orang yang oportunis, apapun dijual, Tetapi menurut saya lebih baik disesuaikan dengan hobi karena itu lebih sustain, walaupun bisnis kita lagi hancur-hancuran kalau memang itu hobi kita , kita akan enjoy untuk mau menjalankannya.
Profil InstrukturJefry Pratama, S.Kom., MBA, CCSGB
Venture Capitalist, Startup Ecosystem Builder
Deskripsi Pemateri:
Pwndidikan
Bachelor Degree of Computer Studies Binus University
Master of Buisiness Admninistration, Institut Teknologi Bandung
Pengalaman Kerja
Venture Capitalist (UMG Idealab)
Startup Ecosystem Builder (DSF)
Leacturer and Scientist for Business, Innovation and Digitalization Studies
Digital Consultant and Entrepreneur