[Tanya Jawab] Desain Fondasi
1. Pertanyaan dari Bapak Samsul Afif R
Mohon izin bertanya Pak, penurunan izin di SNI disebutkan untuk bangunan tinggi, kemudian untuk penurunan izin bangunan rendah apakah berlaku sama 15 cm?
Jawaban dari Nara Sumber: Jadi kalau bangunan rendah begini, yang 15 cm tadi itu adalah untuk gedung 15 cm plus b/600. Kalau bangunan rendah yang saya tahu di SNI juga sama seperti itu, tetapi kalau bangunan rendah mestinya bebannya jauh lebih kecil 12 cm itu terlalu banyak, jadi yang mengontrol biasanya b/300.
2. Pertanyaan dari Bapak Muhammad Farhan Firmansyah
Permisi izin bertanya, pada syarat settlement izin, b-nya lebar apa Pak? Diameter pile atau lebar pilecap atau yang lain. Dan juga pada 1/300 itu apakah maksudnya L/300 dengan L jarak antar pilecap ?
Jawaban dari Nara Sumber: Ya betul, berarti B Itu lebar bangunan. Kalau 1/300 itu adalah P-Delta dibagi dengan jarak terdekat antar kolom, jadi tidak boleh lebih dari 1/300. Jadi saya mencoba mencari tahu dari mana 1/300 itu, saya coba tanya-tanya ke seluruh anggota atau yang lebih senior waktu itu, saya coba studi literatur juga memang ada beberapa angka, menurut saya tidak sempat menunjukkan semuanya. Mungkin ada 1/750 kalau pondasi mesin tergantung sensitifitasnya, kemudian dari buku-buku itu dicoba 1/300 untuk bangunan ternyata dengan itu cukup baik, dalam arti belum ada bangunan yang retak-retak karena differential settlement, tapi pada saat yang sama juga tidak terlalu menghasilkan produk yang terlalu mahal, cukup optimal, makanya sampai sekarang masih dipilih L/300.
3. Pertanyaan dari Ibu Jehan Nabilah
Apakah persyaratan penurunan ini berlaku juga pada konstruksi infrastruktur? Berapa max penurunan total dan differential settlement untuk konstruksi infrastruktur?
Jawaban dari Nara Sumber: Itu tadi untuk gedung, seringkali diadopsi karena jembatan itu lebih ke Asto ini saya pahami, kalau ada yang lebih paham mohon dikoreksi. Kalau Astro itu lebih mengontrol kepada strukturnya, berapa mampunya tetapi tidak berlaku untuk jalan seperti jalan tol berbeda, jalan tol dan Jalan raya itu umumnya dalam waktu 10 tahun tidak boleh turun Kalau saya tidak salah ingat 10 cm, ada peraturan yang berbeda, jadi lebih kepada bangunan yang struktural.
4. Pertanyaan dari Bapak Putu Restu
Pak izin bertanya, pada daya dukung lateral pile, momen leleh itu apa ya maksudnya Pak?
Dan kombinasi apa yang di pakai untuk menghitungnya?
Jawaban dari Nara Sumber: Jadi ada keluar bending moment kita hitung kapasitas tiangnya, kapasitas tiang ini ada moment crack dan moment yield. Jadi kalau kondisi tergantung pada situasi, kalau terjadi gempa nominal atau gempa desain tidak boleh melebihi moment crack, moment crack itu adalah momen yang menyebabkan struktur pondasinya itu crack, tapi kalau gempa kuat masih diizinkan sampai lumayan leleh, jadi gayanya tidak boleh lebih dari itu tadi tidak boleh lebih dari baik itu moment crack.
5. Pertanyaan dari Bapak Randy Rurut
Yang disebutkan bangunan tinggi diatas berapa lantai Pak?
Jawaban dari Nara Sumber: Tidak ada definisi yang fix, saya mengacu pada bangunan yang di Jakarta, antara Bandung dan Jakarta juga sempat berbeda. Di bangunan Jakarta itu harus melalui TABG, pada saat itu kalau 8 lantai atau lebih, ataupun mempunyai dua basement atau lebih, kalau tinggi sekali saya juga kurang paham mungkin sekitar 40 lantai, tapi itu tentu definisi saya subjektif dari pribadi antara setiap orang mungkin berbeda-beda, tapi memakai patokan itu saja, mana yang harus melalui tim ahli bangunan dan gedung dan mana yang tidak.
6. Pertanyaan dari Bapak Euricky Tanuwidjaja
- Izin bertanya, untuk bangunan dengan basement, apakah gaya lateral gempa bisa dipikul oleh dinding basement atau semua gaya lateral harus dipikul tiang (tiang bor atau tiang pancang)?
- Kemudian, apakah friksi antara raft dengan tanah bisa diperhitungkan untuk memikul lateral?
Jawaban dari Nara Sumber: - Jadi kalau ada basement sementara ini yang dilakukan analisisnya dua tahap, tahap jepitannya kemudian harusnya dilakukan analisis soal structure interaction semua dimodelkan, tetapi sampai sekarang yang kita anut masih dengan dua tahap dari struktur atasnya kemudian ditransfer ke bawahnya. Saya juga mohon maaf tidak mungkin menjelaskan dengan detail sekarang karena topiknya sudah sangat mendalam. Kemudian sekarang memang mulai dicoba dilakukan pemodelan secara menyeluruh dari atas sampai ke bawah termasuk basement-nya, tetapi problemnya adalah masih uncertainty-nya masih cukup besar terutama parameter so structure interaction-nya ini, makanya yang dilakukan orang sekarang yang dianut oleh baik tim ahli bangunan Jakarta maupun TPA itu dua tahap, jadi tahap pertama struktur atasnya kemudian ditransfer ke bawah. Mohon maaf saya juga tidak bisa menjawab dengan sangat fix sekali karena di dalam baik SNI maupun di tim ahli bangunan kota Jakarta juga ada beberapa hal yang masih belum terselesaikan masalah yang ditanyakan tadi itu, contohnya ketika terjadi gempa justru kalau ada basement itu harus ditambahkan gaya dorong, jadi ada daya dorong juga dari dinding. Jadi tanah tidak hanya menahan tetapi dari gaya dorongnya juga dari sampingnya, tapi pada saat yang lain peraturan di SNI kita kalau tidak ada basement maka harus dilakukan loading test, sementara kalau ada basement lebih dari dua lantai itu tidak di test lateral juga tidak apa-apa karena ada yang menahan, jadi sebetulnya ada berapa hal yang belum selesai diskusinya dan sayangnya tim ahli bangunan Jakarta tidak ada lagi sekarang.
- Selama saya memeriksa bangunan, semua harus dipikul oleh pondasi tiang, jadi pendekatannya masih pendekatan yang konservatif.
7. Pertanyaan dari Bapak Cahya Pratolo
izin bertanya, untuk perencanaan pondasi rumah tinggal (3 lantai), degan tanah keras (spt>40) cukup dangkal, akan tetap hasil penyelidikan tanah keras tersebut clayshale, apakah perlu diberi pondasi dalam (minipile atau micropile)?
Jawaban dari Nara Sumber: Tanah clayshale ini sebetulnya tanah biasa juga tidak berbeda dengan yang lain, bebatuan dia. Namanya juga clayshale, jadi seperti batuan yang asalnya dari tanah lempung, dulunya dia sudah pernah mengalami gaya sir, sehingga kemungkinan besar gaya sir-nya besar melebihi kapasitasnya. Kemudian sudah ada crack - crack. Sekarang ada dua grup, satu kalau kapasitas aksial maupun lateral, kalau saya pikir kapasitas aksial lateral itu tidak besar, problemnya umumnya kalau clayshale itu dia slug stability, digali kemudian terkena clayshale itu akan bermasalah karena dia ada unloading kemudian air masuk, crack yang sudah ada dulu itu jadi dia berkembang, ada beberapa PPT sebetulnya tapi karena waktunya terbatas saya tidak bisa tunjukkan. Kalau gedung 3 lantai saya pikir tidak harus pakai pondasi dalam itu kalau saya, tergantung lapisan permukaannya dari clayshale sampai permukaan itu apakah tanah keras atau tidak. Satu lagi saya sampaikan, tanah clayshale ini juga bervariasi, ada yang clayshale berat dan ada yang ringan dan ada juga yang seperti batuan biasa, jadi harus betul-betul dilihat. Sebagai ilustrasi ada teman saya yang desain di Malaysia kalau tidak salah, itu untuk bangunan cukup tinggi dan tanah clayshale tapi bisa tidak ada masalah. Saya lupa dia pakai raft foundation atau pakai gabungan dengan pondasi, jadi jangankan tiga lantai bahkan gedung pun, jadi sangat tergantung. Clayshale akan lebih berefek kalau di kasus slug stability, kalau untuk pondasi digali kemudian di cor dan selesai, jadi saya pikir kemungkinan besar mestinya memakai pondasi dangkal juga bisa tapi sekali lagi mesti dihitung, kalau misalkan tidak bisa memakai pondasi dangkal itu bukan karena clayshale-nya, tapi karena memang tampaknya tidak memungkinkan, itu bisa memakai pondasi sumuran atau bagaimana, jadi mesti dilihat dengan lebih detail lagi.
8. Pertanyaan dari Bapak Hardian Wibisono Subarto
Izin bertanya Pak, apakah Safety Factor perhitungan pondasi jika menggunakan data sondir dan SPT berbeda?
Jawaban dari Nara Sumber: Di dalam SNI kita tidak menyebutkan apakah SPT atau sondir, jadi sistemnya di dalam SNI kita itu yang disebutkan, kalau bangunan begini mereka minimum harus ada boring plus SPT berapa titik kemudian berapa sondir. Kemudian ketika menghitung faktor keamanannya dia tidak dibedakan karena sudah diketahui yang tadi itu. Kalau misalkan gedung bangunan ini biasanya disebutkan minimum harus ada bor dalam yang dengan SPT diambil sampelnya, kemudian sondir berapa, kalau sudah dilakukan itu tadi tidak dibedakan faktor keamanannya apakah dalam dengan sondir, itu untuk bangunan-bangunan yang ada di SNI. Kalau bangunan yang kecil sekali misalkan hanya ada sondir saja, saya pikir faktor keamanan dua setengah juga sudah cukup mungkin.
9. Pertanyaan dari Bapak Sunardi Jusuf
Izin bertanya, dalam analisa pondasi dalam (tiang pancang atau bor) pada suatu bangunan dengan sub-structure berupa basement 3 lantai dengan raft foundation dan upper-structure 40 lantai, manakah yang lebih effisien dalam hasil analisanya (nilai dari daya dukung dan settlement) antara Analisa 1 Tahap dengan SSI (Soil Structue Interaction) dengan Analisa 2 Tahap (tanpa SSI)?
Jawaban dari Nara Sumber: Apakah satu tahap atau dua tahap itu ada persyaratannya, ini struktur atas yang lebih tahu jadi mohon maaf kalau tidak bisa menjawab dengan baik karena biasanya dilakukan oleh ahli struktur atas, ahli struktur bangunannya. Itu seingat saya ada beberapa persyaratan mana yang harus satu tahap dan yang dua tahap, ada juga yang bisa jadi dilakukan dua-duanya, saya menangkapnya pertanyaan tadi kalau bisa dilakukan dua-duanya, kalau bisa dua-duanya mana yang lebih menghasilkan hasil yang lebih efektif? Saya tidak bisa menjawabnya mohon maaf sekali karena saya tidak punya pengalaman, harus dicoba dulu dan nanti akan dilihat sekali lagi pertanyaannya harusnya ke tim struktur atas yang mestinya akan bisa menjawab dengan lebih baik daripada jawaban saya.
10. Pertanyaan dari Bapak Putu Restu
izin bertanya Pak, solusi jika daya dukung tanahnya beraneka ragam seperti ini:
Misalkan kedalaman 4 m = 5 kg/cm2, lalu kedalaman 5 m = 3 kg/cm2 dan malah turun padahal makin dalam. Apakah ini memiliki efek samping Pak?
Jawaban dari Nara Sumber: Coba saya buka lagi PPT yang tadi, saya sampaikan di sini. Fungsi kedalaman dengan daya dukung dengan kedalaman bisa jadi yang di atas ini dia lebih besar, bisa jadi di situ pasir padat, tapi di sini ada basement dulu yang di bawah. Tapi misalkan basement-nya ada di atas tanah, bisa jadi yang di sini ada dukungnya lebih besar daripada yang dibawah. Sebenarnya ada PPT yang lebih bagus tapi ada nama proyeknya jadi saya tidak ke situ. Kita kembali kepada dua persyaratan utamanya, satu persyaratan stabilitas ditunjukkan nilainya dengan faktor keamanan, satu lagi penurunan bisa jadi di atas, ada kejadiannya saya tidak bisa menyebutkan namanya, pondasinya ditaruh di atas, faktor keamanan pun masuk, stabil tetapi ternyata bangunannya turun berlebihan. Jadi kembali lagi pertanyaannya kalau misalkan tadi bervariasi lalu daya dukungnya bisa jadi naik dan juga bisa jadi turun, ini sangat mungkin karena tergantung pelapisan tanahnya, tugas dari kita adalah menentukan kedalaman mana dia paling optimal. Optimal ini adalah faktor keamanan yang dipenuhi, daya dukungnya dipenuhi pada saat yang sama penurunannya juga tidak berlebihan. Jadi secara konsep jawabannya kira-kira seperti itu, kalau ada pertanyaan lanjutan nanti saya akan mendiskusikannya.
11. Pertanyaan dari Bapak Sunardi Jusuf
Izin bertanya, apakah diperbolehkan menggunakan formula perencanaan pondasi dalam untuk dipakai dalam perencanaan pondasi dangkal?
Jawaban dari Nara Sumber: Tidak, Jadi kalau pondasi dangkal perhitungannya tentu berbeda dengan pondasi dalam. Jadi dua hal yang berbeda, perhitungan itu adalah angka untuk memprediksi berapa daya dukungnya, kalau pondasi dalam karena bangunannya lebih tinggi mestinya karena dia panas dalam, perhitungan itu adalah prediksinya, nanti akan ditentukan diukur langsung dengan static loading test atau PDA. Apa resikonya kalau misalkan ternyata prediksinya banyak? Berarti prediksinya salah, nanti bisa ke cost-nya, bisa juga ke keamanannya jangan sampai kalau bisa. Kalau misalkan di loading test ternyata kapasitasnya, hitungannya lebih kecil atau ternyata daya dukungnya lebih besar, berarti hasil loading test lebih besar daripada prediksi bagus, kalau mau dikurangi panjangnya misalkan ada prosesnya bisa dilakukan seperti itu tapi ada prosedurnya, yang bahaya adalah kalau di loading test ternyata kapasitas yang terukur itu lebih kecil daripada perhitungan itu baru repot, karena biaya bertambah dan yang dikhawatirkan adalah letak pondasinya sudah tidak ada atau alatnya sudah dimobilisasi. Yang biasanya terjadi kalau ada tempat tambahannya, tiangnya masih oke tetapi yang tidak ada itu yang bikin repot. Saya pernah kejadian yang diperiksa itu, tambah biayanya banyak yang dilakukan akhirnya hanya lantai tiangnya yang dikurangi, aku itu jangan sampai terjadi juga. Jadi tadi kembali lagi perhitungan pondasi dangkal dengan pondasi tiang tentu saja berbeda, pondasi tiang pun antara pancang dan bor juga berbeda, daerah lempunh dan tanah pasir juga berbeda. Memang variasinya itu tadi pondasi dangkal, tanah lempung, tanah pasir. Pondasi yang pancang, tanah lempung dan tanah pasir. Pondasi tiang bor, tanah lempung dan tanah pasir, semuanya ada di PPT jadi bisa dilihat, yang pondasi dangkal tidak ada di handoutnya tapi bisa dilihat di buku sudah banyak.
12. Pertanyaan dari Bapak Cahya Pratolo
Izin bertanya, tentang uji tiang, bila manakah kita menentukan pemakaian uji statis atau kentledge atau pemakaian load cell?
Jawaban dari Nara Sumber: Itu ada dua hal, saya coba buka mudah-mudahan saya punya ilustrasinya supaya lebih baik. Ini yang disebut dengan cartridge, ini tiangnya kemudian di sini ada pembebanan, pembebanannya harus lebih besar daripada beban yang akan diberikan di sini, jadi bisa memberikan daya ke tiangnya. Misalkan contohnya, kapasitas tiangnya 110 ton, kemudian kalau di test itu bisa di test dengan sampai login 200% working lot atau sampai ultimate. Kalau Uspell sampai 200% saja, 200%-nya berarti 220 ton, jadi letaknya di atas ini harus lebih besar daripada 220 ton. Kemudian berikutnya ini adalah reaktion pile sistem yang kedua, ini ada anchor pile-nya berbeda dengan tadi jadi diberi anchor pile, dihitung tentu saja dengan 220 ton itu berapa jumlah tiang yang diperlukan, kemudian pasang di sini dan memberikan beban di situ. Kemudian diberi umpan, ini juga boleh tidak ada masalah. Jadi sistemnya ada cartridge diberi beban di atas sini, kemudian ada juga yang sistem reaction pile ada dua hal yang paling umum, ada lagi yang disebut dengan tadi ada sistem ditanam di bawahnya itu desain dari awal kemudian di cek sistem itu di bawahnya bisa juga dengan begitu. Tetapi mana yang lebih menguntungkan? Game paling mudah mak enter prestasi kan itu cartridge, karena itu betul-betul nanti penambahannya seperti ini, tapi kadang-kadang kits perlu oste forte cell, bisa jadi gayanya terlalu besar, kalau kayaknya terlalu besar ini nanti pemberatnya luar biasa besarnya dan saya pernah kejadian ternyata ketika diberi beban ini tidak kuat, karena saking banyaknya beban, seperti itu kita mungkin memerlukan oste forte cell, mungkin akan lebih murah tapi kalau misalkan sampai bebannya tinggi sekali bisa jadi jatuhnya lebih murah tetapi memerlukan interpretasi dan harus dilakukan dengan benar, dilakukan oleh spesialis.
13. Pertanyaan dari Bapak Sunardi Jusuf
Izin bertanya, dalam praktik atau detail konstruksi seperti apa bahwa suatu tiang dapat dinyatakan sebagai “fixed head” dan “free head” dalam Lateral Load Test?.
Jawaban dari Nara Sumber: Saya kembali lagi ke PPT yang awal, ini adalah dua contoh antara fix head dan free head. Free head itu adalah kalau di atasnya dalam bentuk sendi, sementara untuk fix head dalam bentuk jepit di atasnya, di pelapisannya. Seingat saya kalau di TABG diizinkan semua harus fix head kalau tidak salah, soalnya lupa kalau yang free head itu kenapa tidak diizinkan alasannya apa karena sudah cukup lama. Tetapi begini, kalau free head itu akan menghasilkan deformasi yang besar, memang moment-nya lebih kecil. Ini adalah fix head yang biru ini, yang merah ini juga fix head, kalau free head di ujung sendi maka yang di sini moment-nya kecil, dia mau moment-nya besar di bawah itu. Kalau yang free head deformasinya di sini besar, kalau fix head di sini tegak lurus, kecil. Kalau saya sepertinya dua-duanya boleh tapi kalau di DKI seingat saya tidak boleh harus fix head, asal menghitungnya benar dan sesuai dengan yang tadi deformasinya dibatasi. Dulu saya pernah memang bukan gedung, kalau saya cek dua-duanya apakah free head dan fix head masuk atau tidak? Tapi kalau gedung terutama gedung yang lebih tinggi kita mengikuti TABG DKI Jakarta fix head dan kita pastikan paketnya juga fix head. Kalau jumlah tiangnya lebih sedikit memang harus dievaluasi lebih dalam lagi, mungkin dia tidak sepenuhnya fix head.
14. Pertanyaan dari Ibu Jehan Nabilah
Selamat siang, izin bertanya untuk perancangan menggunakan pancang atau borepile terhadap kasus kelongsoran pada lereng, aspek apa saja yang harus di pertimbangkan agar pancang atau borepile dapat memotong bidang gelincir pada lereng? Atau untuk kasus lain-nya apabila pancang atau bore pile dijadikan dudukan pada DPT sebagai salah satu aspek penahan tanah, apa saja yang perlu dipertimbangkan ya Pak ?
Jawaban dari Nara Sumber: Yang kita diskusikan untuk bangunan ini lebih banyak kepada gedung, jembatan dan sebagainya. Bagaimana dengan kasus untuk menahan stabilitas lereng? Poin pertama tiang pancang kapasitas bending momennya terbatas, jadi dia memang tidak disiapkan untuk mengalami beban yang besar, kita bisa lihat kalau udah gedung yang sangat tinggi hampir tidak ada yang pasang tiang pancang, selalu pakai bor pile, karena apa? Kita bisa menggunakan diameter yang besar kemudian tulangannya bisa kita masukkan sendiri sehingga kapasitas bending momennya besar. Tiang pancang ini karena lebih mudah, kapasitas axial yang lebih terjamin tapi ada lebih dan kurangnya, apalagi kalau misalkan kita harus bobok tiangnya, kalau kita potong di atasnya berarti priestes-nya akan hilang maka kapasitas bending momennya tidak sama dengan yang ada di brosur, karena itu harus ada palet treatment untuk mengurangi bending momennya. Sekarang bagaimana untuk mengatasi stabilitas lereng? Kalau bidang longsornya besar, memerlukan penahan yang kuat dan besar maka harus dengan bor pile, ini kata-kata harus sangat relatif terhadap undang-undang longsornya artinya mesti dihitung berapa bending momennya, kalau sudah dihitung tinggal dilihat saja kapasitasnya apakah masuk atau tidak dengan tiang pancang. Dari pengalaman saya melakukan proses desain selama 30 tahun, kalau bidang longsornya besar selalu harus pakai bor pile tetapi ada juga kemarin itu pakai tiang pancang spun pile karena bidang longsornya kecil, jadi sangat dimungkinkan kalau memakai spun pile tetapi mesti dihitung benar-benar berapa bending momennya dan kita pastikan bending momennya masih memenuhi. Kalau untuk misalkan memakai dinding tanah kemudian di bawah dinding tanahnya dipakai pondasi, apakah Spun pile atau bor pile sangat memungkinkan juga nanti yang memutuskan adalah berapa gaya dalamnya ada di situ, kalau misalkan bisa memakai tiang pancang silahkan tidak apa-apa tetapi kalau gayanya dan momennya besar sehingga tiang pancang Tipe C sekalipun tidak memenuhi maka kita harus menggunakan bor pile. Di dalam tiang pancang itu ada brosurnya bisa dilihat mulai dari diameter spun plie itu 45, 50, 60 dan yang besar diameter 80 juga ada yang besar lagi diameter 1 m, tetapi handling-nya lebih sulit karena berat. Penggunaan diameter 1 m ini karena alasannya lebih murah dibandingkan tiang pancang baja, tetapi konsumennya ada, ini yang susah yang mengangkatnya berat dan lain sebagainya. Jadi kembali lagi ke pengguna untuk instability-nya tinggal di cek berapa bending momennya, mungkin atau tidak tinggal dibandingkan saja, kalau paling sederhana pola pikirnya kita desain dua-duanya memakai spun pile dan bor pile nanti dibandingkan, lalu nanti cost yang akhirnya akan memutuskan, harga faktor keamanan yang sama.
15. Pertanyaan dari Bapak Harli Meidian
1. Biasanya gaya yang kita dapat dari struktur itu berada di atas pile cap. Apakah gaya geser di atas pile cap perlu dikalikan dengan tebal pile cap sehingga menghasilkan momen tambahan pada tiang?
2. Kalau di SNI, dikatakan bahwa batas deformasi lateral adalah 12 mm dan 25 mm dengan kondisi tiang tunggal free head. Berapa batasan deformasi lateral group tiang?
3. Ketika mendesain pile, kapan kita menggunakan sambungan fixed head dan kapan menggunakan free head?
4. Adanya momen di pile cap menyebabkan group tiang di bawahnya menjadi ada yang lebih tertekan dan lebih tertarik secara axial. Apakah kita perlu mengecek tiang yang paling tertekan tersebut terhadap daya dukung allowable tunggalnya?
5. Beban untuk pengujian static load adalah 200% dari beban rencana. Apakah beban rencana yang dimaksud disini adalah beban maksimum yang diterima oleh 1 tiang dalam group tiang? Apakah yang digunakan ketika kondisi layan atau kondisi gempa?
6. Jika tiang diletakkan pada tanah lempung keras, Nspt>60, apakah penurunan?
Jawaban dari Nara Sumber:
1. Kalau saya minta tolong suruh ke atas untuk meminta agar dipindah ke dasarnya pile cap, jadi supaya bagian atas yang menghitung. Tetapi kalau misalkan tidak kesulitan juga kita harus mentransfer sendiri dari ujung atas pile cap ke bawahnya ditambah dengan tebal pile cap. Sebaiknya minta struktur atas saja yang menghitungkan di dasar pile cap-nya.
2. Itu saya juga menanyakan hal yang sama, kalau di dalam rapat - rapat TABG DKI angka 12 mili dan 25 mili itu adalah batasan deformasi lateral untuk grup tiang, jadi grup tiangnya tidak boleh melebihi angka-angka tadi. Sekarang kalau misalkan yang tunggal tadi berarti disesuaikan, jadi sekali lagi jawaban saya adalah yang saya pahami sebagai ahli tim bangunan itu adalah faktor untuk mengontrol grupnya. Sekarang pertanyaannya diikatkan dengan lateral loading test, ini susah dilakukan kalau fix head sementara kalau di grup pile-nya fix head, jadi terakhir seingat saya konsensus waktu itu boleh memakai free head lateral loading testnya tetapi harus dihitung lagi, itu kesetaranya kalau free head-nya bagaimana. Jadi kembali lagi ke pertanyaan awalnya angka-angka itu adalah angka deformasi untuk grup yang saya pahami begitu.
3. Kalau mau memastikannya mesti dievaluasi, jadi misalkan dengan jumlah 4 dengan desain pile cap begitu apakah dia sudah fix atau belum sepenuhnya fix? Kalau jumlahnya banyak kemudian pile cap-nya tebal saya yakin pasti fix. Kapan fix-nya sangat tergantung beberapa hal, satu jumlahnya kemudian berikutnya adalah tebalnya, kemudian yang paling mengontrol adalah sambungannya, kalau pondasi tiang pancang pile head treatment-nya memakai bor pile berarti sambungan antara bor pile ke pile cap-nya itu harus dievaluasi apakah sudah betul-betul berfungsi sebagai fixer. Sekali lagi di TABG DKI Jakarta waktu itu pasti desain fix head, saya lupa kenapa tidak diizinkan free head.
4. Ketika kita mendesain harus tetap dihitung kapasitas tekan dan tarik tetapi pemahaman saya biasanya dalam satu kolom kalau ditekan maka ditekan semua, jarang ada yang tekan dan tarik, ini kalau sistemnya dengan pile cap. Biasanya yang tertarik itu di ujung, jarang sekali ada dalam satu kolom ada tekan dan tarik kecuali kalau memakai raft foundation berarti semuanya, mungkin saja ketika terjadi gempa kuat ada yang tertekan dan ada yang sedikit tertarik, untuk kasus seperti itu harus dicek juga, makanya dihitunglah kapasitas tekan dan tarik.
5. Jadi 200% dari working load untuk kondisi service itu minimum sekali, jadi ada sebagian besar yang mengikuti yang 200% dari working load pada kondisi static yang bukan kondisi gempa, desain dan gambar kuat, jadi kondisi static service. Kemudian ada juga kalau misalkan gedungnya tinggi sekali lalu juga ingin mendapatkan desain yang optimal, beberapa orang melakukan tesnya sampai lebih dari 200%, saya tunjukkan hasilnya seperti ini. Tanpa monitoring untuk membantu berapa gayanya bahkan sampai 250 ton, sampai 250% dari working load-nya. Apa tujuannya? Untuk mendapatkan perilaku yang lebih baik, agar mendapatkan data lebih banyak, kadang-kadang siapa tahu bisa dilakukan efisiensi. Tetapi kalau efisiensi kalau dulu diulang dan lain sebagainya ada prosedurnya juga, jadi kembali ke pertanyaan awal 200% adalah 200% dari Q izin atau working load kondisi service.
6. Jadi secara teori mau tanah pasir, tanah lempung di dalam analisisnya harus ada, hanya kalau tanah pasir berarti konsolidasinya SC = 0, berarti secara teori perhitungan artinya hanya engage settlement saja. Bagaimana dengan tanah lempung SPT 60? Secara praktik dan kenyataannya tidak ada konsolidasi tapi tetap harus dihitung, kembali lagi kalau SPT 60 maka kemungkinan besar ocr-nya tinggi sekali, kalau ocr-nya tinggi sekali cr-nya berapa kemudian Sigma 0 Delta, sigmanya berapa tetap dihitung. Jadi kalau dalam perizinan working papernya tetap harus ada hitungannya tetapi kita tahu hasilnya pasti kecil sekali.
16. Pertanyaan dari Bapak Made Krisna
Izin bertanya, peningkatan kapasitas aksial 1,3 untuk gempa desain dan 1,3 x 1,2 untuk gempa besar apakah diatur dalam peraturan? Jika iya peraturan apakah yang mengatur nilai tersebut? Terima kasih.
Jawaban dari Nara Sumber: 8460 tahun 2017 seingat saya dimasukkan, setidaknya kalau tidak berarti konsesus TABG DKI ada, tinggal di cek saya agak lupa nanti bisa dilihat langsung SNI 8460, kemungkinan sangat besar ada, sudah lama saya tidak lihat itu.
17. Pertanyaan dari Bapak Randy Rurut
Izin Pak, apakah gaya uplift mempengaruhi daya dukung dari pondasi? Dan apa yang menyebabkan terjadinya gaya uplift tersebut?
Jawaban dari Nara Sumber: Gaya uplift itu kalau di dalam kasus gedung atau jembatan adalah biasanya gaya uplift akibat air, Wisman itu ada seperti uplift-nya, kemudian MRT itu di bawah yang mengontrol adalah uplift, jadi biasanya kasusnya uplift akibat gaya archimedes ke atasnya. Kalau untuk gedung umumnya biasanya kejadiannya adalah pada saat konstruksi, kalau misalkan bangunannya sudah tinggi umumnya upliftnya terlalu kecil dibandingkan dengan berat gedung, biasanya pada saat konstruksi mesti di cek upliftnya apakah tertahan atau tidak, itu yang pertama. Kemudian yang kedua beberapa kali saya memeriksa MRT, yang mengontrol adalah gaya uplift-nya jadi mesti dihitung semuanya, berarti apa yang menahan itu dihitung, kemudian harus mengikuti standar yang berlaku. Jangan sampai kejadian saya pernah lihat ada walaupun kolam renang, ketika terjadi mukanya tinggi, kolam renangnya naik seperti perahu, jadi bukan berfungsi sebagai kolam renang tetapi menjadi perahu, jadi mesti di cek.
18. Pertanyaan dari Bapak Cahya Pratolo
izin bertanya lagi Pak, saat menggunakan tiang pancang (tiang 25x25) pemancangan mencapai 10m sudah dapat final set (nilai final set 5mm, seusai dengan hasil penyelidikan tanah di 9-11m tanah keras), oleh karena suatu hal pondasi harus diganti memakai tiang bor (diameterr 35cm), pertanyaannya sampai kedalaman berapakah tiang bornya 10m (sesuai pencapaian final set tiang sebelumnya) juga atau lebih dalam lagi?
Jawaban dari Nara Sumber: Kalau tiang pancang sampai final set itu berapa daya dukungnya, bukan tergantung hanya pada data tanah tetapi juga energi hammer-nya berapa gaya dorongnya. Jadi kalau hammer-nya kecil daya dukungnya juga kecil, kalau hammer-nya besar kalau sudah final set dia berarti besar, kira-kira itu, hammer-nya itu 1% - 2% dari 15 capacity-nya. Sekarang kalau diganti dengan bor pile, ini pasti dihitung dan catatan khusus kalau bor pile diameter 35 cm itu kecil, jadi kalau saya kecuali kalau harus sekali secara umum saya agak menghindari bor pile yang lebih kecil daripada 60 cm, bahkan di Jakarta itu tidak boleh memakai diameter 60 cm, untuk gedung 8 lantai ke atas, karena biasanya memakai Walls boring apalagi ini 30 cm, jadi nanti quality controlnya susah. Kalau hitung-hitungannya keluar misalkan working load-nya 40 ton nanti belum ada nacking, belum ada continueting-nya, kalau sering melihat bagaimana proses konstruksi bor pile kita akan tahu persis bagaimana sulitnya membuat quality control yang baik, tanah juga ke bawah berarti cor - corannya campur dengan tanah maka kapasitasnya akan berkurang apalagi kalau mesin di bawah, mesin di bawah ini yang sulit apalagi diameternya kecil hanya 35 cm. Jadi mesti lihat lagi data tanahnya kemudian juga hammer-nya memakai berapa, mohon maaf sekali kalau tidak bisa menjawab dengan spesifik karena tergantung beberapa hal, satu hammer-nya, tinggi jatuhnya, energinya kemudian juga kalau bor pile siapa yang mengerjakannya apalagi hanya 35 cm, sulit untuk quality kontrolnya terutama mesin yang di bawahnya kemudian cornya sampai ke atas agar tidak mencampur antara konkritnya dengan tanahnya dan beberapa hal yang lain, jadi mesti dilihat lebih detail lagi.
Profil InstrukturIr. Endra Susila, M.T., Ph.D
Dosen Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung
Deskripsi Pemateri:
Pendidikan
S1, ITB, Bandung - Indonesia, 1993
S2, ITB, Bandung - Indonesia, 1999
S3, The University of Michigan, Michigan - USA, 2005
Pengalaman Proyek
Publikasi