1. Pertanyaan dari Bapak Ahmad Syahirul Alim Mustathiriyyani
Izin bertanya Pak Nino, jika sebuah perusahaan mempunyai karyawan tetap. Tapi suatu saat membutuhkan karyawan outsourcing hanya untuk pekerjaan tertentu. Semisal melakukan pembongkaran gedung, apakah termasuk direct labor juga? Terima kasih.
Jawaban dari Nara Sumber: Jadi sebenarnya bisa kita lihat perusahaan itu adalah perusahaan apa, jadi kalau memang dia perusahaan manufacturing sudah ada label di line-nya, di mesin-mesin plantnya, kemudian kalau ada pembongkaran di luar gedung atau diluar pabrik itu tidak masuk ke dalam direct labor. Tetapi kalau untuk perusahaan konstruksi dia sudah ada proses produksi mau membuat gedung tadi, pembongkaran gedung misalkan itu adalah proyek tersebut jadi masuk ke dalam job ordernya itu bisa dikategorikan sebagai direct labor untuk proses produksi pembangunan gedung tadi. Akan tetapi kalau perusahaannya manufaktur kita ada temporer hier, outsourcing untuk mengerjakan pekerjaan di luar proses manufakturing itu dianggap sebagai biaya lain-lain saja bukan sebagai direct labor. Tetapi untuk konstruksi jika pembongkaran tersebut adalah bagian dari penugasan sebelum membangun gedung baru itu bisa dikategorikan sebagai direct labor untuk job costing pembuatan gedung tersebut.
2. Pertanyaan dari Bapak Heri widodo
Izin bertanya, jika dalam satu periode, ada raw material yang dibeli beberapa kali dengan harga berbeda, dan di akhir sisa periode ada sisa inventory, nilainya memakai yang mana Pak?
Jawaban dari Nara Sumber: Jadi kalau di dalam akuntansi itu ada yang namanya prinsip untuk bahan baku dan untuk raw material, ada namanya fifo dan lifo. Fifo itu first in first out, sedangkan lifo itu last in first out. Jadi kalau fifo barang yang masuk lebih dulu dipakai juga lebih dulu, misalnya pertama kita beli barang 100 kemudian barang kedua di 90, jadi barang pertama yang kita beli kita pakai pertama di harga 100. Jadi kalau kita punya 2 barang, yang satu dibeli 100, yang kedua dibeli 90 kalau menurut metode fifo yang pertama dipakai itu adalah barang yang pertama, jadi yang dipakai adalah 100, inventory persediaannya tinggal 90. Kalau untuk lifo kebalikannya last in first out, masuk terakhir keluar lebih dulu. Jadi yang masuk terakhir kita pakai lebih dulu, tadi kita pertama membeli 100 kemudian barang kedua kita beli 90, maka totalnya adalah 190. Kalau memakai fifo yang pertama keluar adalah dan sisa adalah 90, sedangkan kalau kita memakai lifo yang keluar adalah 90 lebih dulu jadi saldo persediaan kita tinggal 100. Jadi tergantung metodologi pencatatannya, kalau lebih mudah atau lebih normal kita memakai rata-rata. Jadi pertama kita beli 100 lalu yang kedua kita beli 90, jadi nilai rata-ratanya adalah 190 : 2 = 95, jadi kalau ada pemakaian satu barang maka nilai yang dipakai adalah 95, persediaan akhirnya adalah 95. Jadi ada tiga metodologi, fifo yang dipakai adalah barang yang pertama kali masuk, lifo barang terakhir yang kita pakai lebih dulu, kalau average kita hitung rata-rata itu nanti tergantung pada metode yang dipilih perusahaan. Kalau trend harganya sangat variasi, persediaannya katakanlah kita hanya punya dua barang. Pertama kita beli sparepart dengan harga 50, karena harga di luar naik terus jadi 100. Kita punya dua sparepart, sparepartnya sama identical yang satu kita beli dengan harga 50 dan yang kedua kita beli 100. Kalau kita memakai fifo misal kita ambil barang dari gudang sparepartnya dipakai maka kita memakai barang yang 50 dulu harganya, persediaan sisa kita di gudang nilainya tinggal 100. Kalau memakai lifo kebalikannya jadi yang 50 ada dan yang 100 ada, yang kita pakai adalah yang terakhir masuk yaitu 100, jadi kita pakai 100 dan persediaan tinggal 50. Padahal barangnya sama, kalau tadi persediaan kita tinggal 100 sedangkan kalau memakai fifo persediaan kita tinggal 50 makanya ada metodologi ketika yaitu rata-rata. 50 + 100 = 150 maka rata - ratanya adalah 75, jadi semacam ada smoothing kalau memakai average. Kalau memakai fifo dan lifo sangat terpengaruh pada harga tadi, kalau misalkan "jomplang" inventory kita akan beda sekali walaupun barangnya sama tapi kita membeli harganya beda. Tadi kita memakai barang pertama kali masuk biaya repairnya katakanlah 50, sementara kalau memakai lifo biaya 100 maka maka akan menjadi 100 juga, jadi fluktuasinya sangat kelihatan. Jadi bagaimana kita costing tergantung memakai fifo, lifo, atau average. Jadi average itu sebenarnya untuk meminimalkan fluktuasi yang sangat besar itu secara otomatis akan ada di costing sistemnya, mau memakai metode penilaian atau costing yang mana.
3. Pertanyaan dari Bapak Muhammad Taufik
Jika tidak ada konsistensi antara metode costingnya yang tidak konsisten dari fifo ke lifo itu nanti ada perbedaan di nilainya Pak, itu nanti menyesuaikannya bagaimana ya Pak?
Jawaban dari Nara Sumber: Jadi begitu kita ambil satu metode, metode itu kita harus pakai secara konsisten karena laporan keuangan biasanya menjanjikan 2 tahun yang berbeda, seperti tadi Unilever itu 2021 dan 2020. Jadi kalau misalnya ada perubahan, misalnya tahun 2023 kita berubah dari fifo dan lifo itu ada istilah laporan keuangannya disajikan kembali. Jadi misalnya tahun 2022 kita memakai lifo, kemudian tahun 2023 kita mengganti jadi fifo, maka laporan keuangan yang akan kita sajikan adalah 2022 dan 2023. Hanya laporan keuangan 2022 harus disajikan kembali atau istilahnya restatement dengan metodologi baru yang kita pakai tahun ini, supaya diperbandingkan. Karena kalau satu tahun 2022 memakai lifo dan 2023 memakai fifo, inventorynya akan tidak konsisten jadi angkanya tidak bisa dibandingkan langsung. Makanya laporan keuangan tahun lalu kalau ada perubahan metode pada tahun ini, laporan tahun lalu harus disajikan kembali, dihitung bagaimana seolah-olah dihitung memakai fifo di tahun 2022 supaya angka yang di laporan keuangan yang sekarang itu bisa diperbandingkan secara wajar. Karena kalau metodologinya berbeda seperti tadi, kalau memakai fifo persediaan akhir kita 100 sementara memakai lifo persediaan akhir 50, maka itu akan "jomplang" sekali. Kalau misalnya ada 1 juta pcs, 50 dengan 100 bisa 50 juta bedanya. Jadi kalau ada perubahan harus disajikan kembali restatement tahun sebelumnya dan dicatat dalam laporan keuangannya, ada statement kita telah mengubah persediaan dari lifo ke fifo efektif sejak Januari 2023, keuangan 2022 telah disajikan kembali dengan kondisi 2023 di mana itu dipakai sejak Januari 2002. Jadi harus ada deskripsi dan ada kalkulasi, istilah simpelnya harus ada restatement laporan keuangan sebelumnya.
4. Pertanyaan dari Bapak Muhammad Taufik
Kalau misalkan costing method itu, apakah tiap - tiap department seperti sales, purchase, manufaktur apakah itu costing method-nya harus 1 atau beda - beda? Misalkan purchase fifo lalu manufaktur lifo, apakah harus beda-beda atau tetap 1 saja?
Jawaban dari Nara Sumber: Itu sebenarnya masih dalam satu entity yang sama, perusahaan yang sama jadi harus diputuskan costing inventory-nya harus memakai fifo maka seluruh department dan seluruh fungsi dalam perusahaan harus memakai metodologi yang sama. Jadi tidak bisa berbeda-beda karena itu keputusan perusahaan secara keseluruhan walaupun departmentnya berbeda. Jadi kalau kita menggunakan fifo maka semuanya akan memakai fifo, dari mulai pembelian, bagian gudang, bagian manufacturing harus konsisten secara sama. Bisa dibedakan tapi least likely karena perlu banyak perhitungan kembali restatement tiap masing-masing department. Itu nanti seluruh laporan keuangan dicatat di EFP, katakanlah accounting system SEP atau JD Edward atau Zahir di Indonesia itu, Biasanya kita Set satu metodologi lagi di situ. Untuk perusahaan ini kita memakai fifo jadi transaksi akan dicatat sebagai itu sama seperti misalnya exchange antara US Dollar ke Rupiah, disetnya dalam satu perusahaan tiap bulan mereka berubah jadi seluruh transaksi di pembagian, pembelian, produksi, sales kita pakai varian exchange yang sama. Begitu juga untuk metodologi persediaan harus konsisten di level perusahaan.
Profil InstrukturNino F. Kusmedi, SE, Ak., MMSI, CPA, CIA
Head of Internal Audit, ORYX GTL - Qatar
Deskripsi Pemateri:
Education : SE, Ak, FE Universitas Indonesia
MMSI, Universitas Bina Nusantara
Certification : CPA, CA, CIA, CISA, APM PFQ
Experience :
- Internal Control Manager, Kraft Foods
- Internal Audit Manager, Indocement
- Internal Audit Manager, Al Ghurair
- Head of Internal Audit, ORYX GTL