1. Pertanyaan dari Bapak Broto
Untuk Penentuan BEP, Nilai NTI yang digunakan apakah dari Rencana atau Real pelaksanaannya?
Jawaban: Di mana-mana kalau kita mengestimasi break even point pasti dari perencanaan tidak mungkin pelaksanaan, bagaimana kompetensi dari konsultan atau investor yang menghitung itu mendekatkan nilai empirisnya. Kalau di awal-awal mau tidak mau kita memakai angka empiris, angka empiris itu definisinya sebenarnya adalah angka kira-kira mendekati kebenaran, mungkin 90%, 95%. Misalnya kalau anda membangun rumah di Jakarta, sudah ada empirisnya yaitu rumah mewah sekian, rumah menengah sekian, rumah sederhana sekian, nanti dibagi lagi mewahnya ini di Pondok Indah, Kebayoran Baru dan sebagainya. Ada istilah garbage in garbage out, kalau inputnya sampah outputnya juga sampah. Oleh karena itu bagaimana menjadi jauh lebih akurasi break even point, mau tidak mau anda ke lokasi, tapi sebelum anda ke lokasi lihat dulu RUPTL-nya lokasi Anda yang di mana, dst. Kalau anda ke lokasi kira-kira feelingnya nanti jalan, bahwa angka empiris ini yang kita pakai karena kita mesti bangun jembatan. Misalnya tidak perlu bangun jembatan, access road-nya dekat, dst cukup pakai angka empiris 2,4, tapi misalnya harus ada cut and fill melewati pemukiman muter jauh, ada sedikit pekerjaan blasting pakai koefisien 2,7. Atau Ini mesti belah bukit pakai saja angka koefisien 3, jadi parameternya, parameter legalitas kita mesti profesional lihat RUPTL-nya, kemudian dari kajian teknisnya kita mesti lihat kondisi lapangannya. Dari kondisi lapangan dan legalitas tersebut akan mengakurasikan jauh lebih bagus hitungan nantinya terutama break even point. Tapi diharapkan nanti hitungan dari studi kelayakannya itu tidak jauh lagi dari situ karena memang sudah ditebak.
2. Pertanyaan dari Bapak Widya Prambawa
Terkait Estimasi Biaya Capex PLTA, berdasarkan pengalaman Bapak berapa besaran Cost Overrun dalam US Dollar per KWH atau mungkin bisa dalam presentasinya?
Jawaban: Kalau capex Capital expenditure itu Bapak menanyakan biaya modal, jadi kita fokus di wilayah A. Cost overrun ini adalah salah hitung kelebihan biayanya, kelebihan biaya ini sebenarnya tergantung antara rencana deviasi antara realisasi terhadap rencana. Direncana Anda estimasi sudah bicara dengan bank X nya, misal Bank Mandiri, "Pak kalau misalnya ini financial closenya Bapak dari bank kira-kira suku bunganya berapa, 9%". Sebelum saya membuka statement itu saya tidak bisa menentukan berapa persen sebenarnya, pengalaman saya 5% tapi itu tergantung sikonnya, situasi kondisi yang terjadi. Misalnya anda salah mengestimasi pinjaman suku bunga banknya pasti akan bergeser, yang kedua anda salah mengestimasi Berapa nilai available vektornya pasti akan bergeser, yang ketiga anda salah mengestimasi Berapa biaya PS-nya biaya pembangkitannya pasti akan bergeser, dan keempat Berapa lama pembangkit itu akan dipakai, misalnya 10 tahun, 20 tahun. Kita bicara sedikit legalitas, yang namanya pembangkit itu ada sistem yang namanya take or pay dan take and pay, take or pay itu maksudnya kita realisasinya tahun pertama 65% tapi tetap dibayar 70%, tapi hanya berlaku di 15 tahun pertama sisanya sudah take and pay, jadi banyak faktor-faktor yang mempengaruhi itu. Biar bapak tidak terlalu banyak pikiran 5% saja bisa melenceng bukan total LCOE tapi dari total di komponen A. Suku bunga bank Anda pertimbangkan, Berapa lama pembangkit itu akan dipakai, AF atau available faktor itu Kalau menurut saya yang paling aman di 70% sampai 75%, kalau 80% mohon maaf bombastis. Di seluruh pembangkit yang paling bagus nilai available faktornya adalah PLTU batubara, tapi hati-hati harga batubara lagi tinggi-tingginya, di komponen C dihantam jauh lebih mahal dari PLTA sekarang, tetapi di komponen A sangat murah dia hanya diangkat Rp 850 sampai Rp 1050 per KWH, kalau pembangkit itu 2000-an karena dia konstruksi, bangun bendung itu betonnya, besinya, access road-nya, saluran pembawanya, dll.
Profil InstrukturOddang Rewu
Konsultan Proyek PLTA
Deskripsi Pemateri:
Pendidikan:
S1 di Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) Bandung, Fakultas Teknik, Jurusan Sipil.
Pekerjaan:
PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung Persero (1997 - 1998).
PT. Istaka Karya Persero (2002 - 2007) dan PT. Anugerah Surya Jaya (2007 - 2011).
PT. Havara Mining sebagai Kontraktor Penambangan Batu Bara dengan wilayah penambangan di Kalimantan Timur (2011 - Sekarang).
Portofolio:
1) Buku ke-1
Judul: Risalah Studi Kelayakan Investasi Proyek PLTA
Penulis: Oddang Rewu
Penerbit: Teknosain (Grup Graha Ilmu)
ISBN: 978-602-74479-9-8
Halaman: xviii + 332
2) Buku ke-2
Judul: Panduan Praktis Analisis Kelayakan Investasi Batubara
Penulis: Oddang Rewu
Penerbit: Teknosain (Grup Graha Ilmu)
ISBN: 978-602-72848-1-4
Halaman: xiv + 201