Pakar Kemaritiman: Efisiensi Biaya Logistik Kunci Percepat Pemulihan Ekonomi Nasional

Dipublikasikan oleh Dias Perdana Putra

06 Maret 2024, 10.20

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah mengambil banyak langkah untuk mempercepat pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19. Salah satunya adalah keputusan Kementerian BUMN membentuk Holding Pelabuhan (Pelindo). Pemasangan Pelindo I-IV diharapkan dapat berkontribusi pada terciptanya rantai pasok logistik pelabuhan yang lebih efisien.

Siswanto Rusdi, Direktur Universitas Namarin, mengatakan karena merupakan pulau terpencil, pelabuhan menjadi salah satu penggerak utama perekonomian Indonesia. Sayangnya, biaya penanganan pelabuhan di Indonesia masih mahal. Akibatnya, biaya masuk yang sangat tinggi sehingga sulit meningkatkan daya saing nasional. Karena semua pelabuhan pemerintah disatukan di bawah satu komando, sistem dan standar kualitas layanan diharapkan sama untuk setiap pelabuhan. “Indonesia adalah negara yang unik dengan segala kekuatan dan tantangannya. Penciptaan cadangan pelabuhan harus dibarengi dengan kebijakan yang dapat memutus rantai birokrasi yang menciptakan perekonomian mahal. Tindakan praktis ini akan mempercepat kehidupan perekonomian kita, kata Siwanto dalam keterangannya, Rabu (24 November 2021). Tiba di tempat tujuan Anda.

Pergerakan barang mempunyai banyak biaya, mulai dari yang berwujud hingga yang tidak dapat diukur. “Kita harus lebih fokus pada efisiensi operasional negara, seperti pengurangan birokrasi dan mendorong digitalisasi pelayanan pelabuhan agar lebih terukur dan efisien,” ujarnya.

Sementara itu, kajian Sekretaris Strategi Pertahanan Negara (Stranas PK) menemukan bahwa lokasi pelabuhan menjadi salah satu penyebab tingginya biaya kargo. Dalam studi tahun 2021-2022, tingkat penerimaan akan tinggi karena kurangnya koordinasi dan tumpang tindihnya urusan pelabuhan dan kantor pelayanan, termasuk keterlibatan beberapa lembaga pemerintah yang berkoordinasi dalam skala kecil. Dimungkinkan untuk mulai menerapkan langkah-langkah administratif untuk mengendalikan biaya-biaya yang harus ditanggung.

Biaya itu di antaranya meliputi biaya pelayaran/pelabuhan, inventory, administrasi dan lain-lain yang semuanya diurus oleh forwarder.

“Sistem pembayaran Freight Forwarder ini biayanya sangat tinggi, karena belum ada undang-undang yang mengatur tentang pelayanan yang diberikan oleh Freight Forwarder ini. Pemerintah perlu memiliki undang-undang agar pengusaha lain bisa mengetahuinya,” kata Stranas PK. kata Stranas PK.

Sebelumnya, Direktur Strategis PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Prasetyo mengatakan biaya logistik di Indonesia telah mencapai 23% terhadap produk domestik bruto (PDB) negara.

Dari 23 persen itu, biaya logistik di laut hanya sekitar 2,8 persen.

"Yang lainnya terdistribusi pada beberapa peran yaitu darat, utamanya di inventory dan beberapa bagian lain," kata dia dalam sebuah diskusi virtual.

Prasetyo mengatakan, ada lima faktor utama yang mendorong kenaikan harga tersebut. Yang pertama adalah peraturan pemerintah, khususnya untuk jasa ekosistem dan logistik. Kedua, inefisiensi rantai nilai lahan disebabkan oleh terbatasnya infrastruktur dan kurangnya konektivitas antara lahan dan pelabuhan.

Ia mencontohkan pengembangan jalur infrastruktur darat di Pulau Jawa atau trans Jawa ikut merubah peta logistik nasional.

Aspek ketiga terkait efisiensi rantai nilai maritim yang masih belum terlalu efisien. Misalnya saja pengangkutan kargo dengan kapal kecil ke wilayah timur Indonesia.

Keempat adalah terkait kinerja operasi dan pengembangan atau optimalisasi kapasitas dari infrastruktur pelabuhan.

Kelima, adanya keseimbangan antara supply dan demand karena masih ada di Pulau Jawa. Ia mengatakan, karena pasokan Pulau Jawa ke wilayah tersebut masih banyak, maka kontainernya kosong saat pulang dari wilayah tersebut.

“Kami berharap dengan menggabungkan Pelindo I, II, III dan IV ke dalam Pelindo, kita dapat meningkatkan biaya logistik. Kita dapat meningkatkan efisiensi dalam banyak strategi, termasuk standar sumber daya manusia dan pembiayaan investasi,” kata Prasetyo.

Disadur dari : kompas.com