[Fakta Bicara] Chemtrail adalah Teori Konspirasi yang Tidak Terbukti

Dipublikasikan oleh Dias Perdana Putra

03 April 2024, 09.05

Tangkapan layar video bernarasi chemtrail disebar di langit Jakarta pada 14 Februari pukul 01.00 dini hari.(TWITTER)

Isu chemtrail, yang merujuk pada penyebaran racun melalui udara menggunakan pesawat, belakangan ini menjadi pembicaraan hangat di media sosial. Semuanya dimulai dari sebuah video viral berdurasi 15 detik yang menampilkan garis putih panjang di langit. Video tersebut diunggah di Twitter pada Selasa, 15 Februari 2022. Pengunggah video tersebut mengeklaim bahwa fenomena chemtrail terjadi di langit Jakarta pada Senin, 14 Februari 2022, sekitar pukul 01.00 WIB atau dini hari. Caption yang menyertainya menggambarkan ketakutan akan potensi bahaya dari chemtrail, mengajak warga Jakarta untuk berdoa agar terhindar dari dampaknya.

Namun, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau), Marsma TNI Indan Gilang Budiansyah, menepis klaim tersebut. Menurutnya, garis putih tersebut bukanlah chemtrail, melainkan jejak kondensasi pesawat terbang. Indan menjelaskan bahwa fenomena tersebut dikenal sebagai condensation trail (contrail), yang terjadi karena pengembunan udara dengan kadar air tinggi yang bergesekan dengan mesin pesawat.

Tak hanya itu, isu chemtrail juga dikaitkan dengan pandemi Covid-19. Beberapa orang percaya bahwa varian Omicron tidak berasal dari virus corona, melainkan sebagai efek samping dari keracunan chemtrail yang diduga disebarkan di udara menggunakan pesawat. Meskipun demikian, penjelasan dari pakar penerbangan dan ilmuwan atmosfer menegaskan bahwa chemtrail adalah sebuah teori konspirasi tanpa dasar ilmiah yang kuat.

Berbagai narasi yang beredar di media sosial mencoba mendiskreditkan keberadaan pandemi Covid-19 dengan mengaitkannya dengan chemtrail. Namun, para ahli menegaskan bahwa jejak putih di langit yang muncul setelah pesawat melintas adalah fenomena alamiah yang biasa disebut contrail.

Penggunaan konsep modifikasi cuaca sebagai dasar keyakinan para penganut teori chemtrail juga dipertanyakan. Ilmuwan menegaskan bahwa tidak ada bukti sahih yang mendukung klaim tentang program penyemprotan bahan kimia berbahaya ke atmosfer dalam skala besar dan rahasia. Sebaliknya, teknologi modifikasi cuaca biasanya digunakan untuk meningkatkan atau mengurangi intensitas curah hujan, bukan untuk menyebarkan bahan kimia beracun.

Dengan demikian, isu chemtrail menjadi contoh bagaimana informasi yang tidak terverifikasi secara akurat dapat memicu kekhawatiran dan kebingungan di masyarakat. Penting bagi individu untuk memeriksa kebenaran informasi sebelum menyebarkannya, serta mengandalkan penjelasan dari ahli dan ilmuwan untuk menghindari penyebaran informasi yang salah dan tidak akurat.

Disadur dari: kompas.com